Kamis, 09 April 2015

Konsep Ketuhanan dan Bhakti Puja

A.      Konsep Ketuhanan Buddha Dharma
Tak dapat dikatakan bahwa didalam ajaran agama buddha seperti yang terdapat didalam kitab pitaka terdapat ajaran tentang tuhan atau tokoh yang dipertuhankan. Tujuan hidup bukan untuk kembali kepada asalanya, yaitu tuhan. Melainkan unuk masuk kedalam nirwana, pemadaman, suatu suasana yang tanpa kemauan, tanpa perasaan, tanpa keinginan tanpa kesadaran, suatu keadaan dimana orang tidak lagi terbakar oleh nafsunya. Itulah situasi damai. Oleh karena itu ada ahli-ahli agama yang tidak mau mengakui, bahwa buddhisme adalah suatu agama.
Dalam agama buddha tuhan tidak dipandang sebagai suatu pribadi (personifikasi), tidak bersifat antropomorfisme (pengenaan ciri-ciri yang berasal dari wujud manusia) dan antropopatisme (pengenaan pengertian yang berasal dari perasaan manusia). Buddha tidak mengajarkan teisme fatalistis (menyerah kepada nasib) dan determinis yang menempatkan suatu kekuasaan adikodrati merencanakan dan menakdirkan hidup semua makhluk. Teisme semacam itu mengingkari kehendak bebas manusia dan dengan sendirinya sewajarnya juga meniadakan tanggung jawab moral perbuatan manusia.
Dalam agama buddha terdapat banyak buddha, tetapi hanya ada satu dharmakaya. Dharmakaya yang merupakan sumber perwujudan panca dhyani buddha dinamakan adi buddha. ”buddha tanpa awal dan akhir adalah adi buddha”. Sebutan adi buddha berasal dari tradisi aisvarika ( isvara, tuhan, maha buddha), aliran mahayana di Nepal, yang menyebar lewat benggala, hingga dikenal pula di jawa. Adi buddha merupakan buddha primordial, yang esa atau dinamakan juga paramadhi buddha (buddha yang pertama dan tiada banding). Adi buddha timbul dari kekosongan (sunyata) dan dapat muncul dalam berbagai bentuk sehingga disebut visvarupa serta namanya pun tidak terbilang banyaknya. Adi buddha sering diidentifikasikan sebagai salah satu buddha mistis, berbeda-beda menurut sekte. Dengan memahami arti dari setiap sebutan yang maha esa, yang maha pengasih, yang maha tahu dan sebagainya yang bermacam-macam, sama menunjuk dari sifat tuhan yang satu.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa untuk memahami konsep ketuhanan dalam Agama Buddha, perlu dimengerti terlebih dahulu bahwa dalam masyarakat pada umumnya terdapat dua cara pendekatan.
Pertama, tuhan dikenal melalui bentuk manusia. Oleh karena itu, tidak jarang dijumpai istilah tuhan melihat umatnya, atau tuhan mendengar doa umatnya serta masih banyak lainnya.
Kedua, tuhan dikenal melalui sifat manusia. Misalnya, tuhan marah, tuhan cemburu, tuhan mengasihi, tuhan adil, serta masih banyak istilah sejenis lainnya. Berbeda dengan yang telah disampaikan, ketuhanan dalam agama buddha tidak menggunakan kedua cara di atas.
Agama buddha menggunakan aspek nafi atau penolakan atas segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh manusia. Jadi, pengertian nibbana atau tuhan dalam agama buddha adalah yang tidak terlahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak bersyarat, yang tidak kondisi. yang tidak terpikirkan, serta masih banyak kata tidak lainnya. Secara singkat, tuhan atau nibbana adalah mutlak, tidak ada kondisi apapun juga. Pendekatan yang berbeda ini sehubungan dengan ketidakmampuan bahasa manusia untuk menceritakan segala sesuatu bahkan hal sederhana yang ada di sekitar hidup manusia. Misalnya, seseorang tidak akan pernah mampu menceritakan rasa maupun bentuk durian kepada orang yang sama sekali belum pernah melihat durian. Sepandai apapun juga orang itu bercerita, si pendengar tetap mengalami kesulitan untuk membayangkannya, apalagi jika membahas mengenai bau durian yang khas. Pasti tidak mungkin terceritakan. Untuk itu, cara yang jauh lebih mudah menjelaskan hal ini adalah dengan membawa contoh durian asli untuk dikenalkan kepada si pendengar. Setelah melihat bendanya, mencium aromanya, si pendengar pasti segera menganggukkan kepada penuh pengertian.
B.      Bhakti Puja
Istilah puja bakti ini terdiri dari kata puja yang bermakna menghormat dan bakti yang lebih diartikan sebagai melaksanakan ajaran sang buddha dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Bhakti Puja umat buddha melaksanakan tradisi yang telah berlangsung sejak jaman sang buddha masih hidup yaitu umat datang, masuk ke ruang penghormatan dengan tenang, melakukan namakara atau bersujud yang bertujuan untuk menghormat kepada lambang sang buddha,  jadi bukan menyembah patung atau berhala
Untuk mencapai keinginan yang dimiliki, secara tradisi umat buddha disarankan untuk melakukan kebajikan terlebih dahulu dengan badan, ucapan dan juga pikiran. Setelah berbuat kebajikan, ia dapat mengarahkan kebajikan yang telah dilakukan tersebut agar memberikan kebahagiaan seperti yang diharapkan.