Kamis, 21 Mei 2015

PENGERTIAN SILA

Sila adalah etika atau moral yang dilakukan berdasarkan cetana atau kehendak. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ETHOS yang artinya kebiasaan atau adat. Etika sering dijelaskan sebagai moral. Dalam pandangan Buddhis sila memiliki banyak arti antara lain: norma (kaidah), peraturan, perintah, sikap, keadaan, perilaku, sopan santun, dan sebagainya
Pancasila adalah lima latihan kemoralan yang wajib dilaksanakan oleh kita (umat Buddha) semua dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila (Lima latihan kemoralan) terdiri dari :
a.       Panatipata Veramani artinya melatih untuk menghindari membunuh
b.      Adinnadana Veramani artinya melatih untuk menghindari mengambil barang yang tidak diberikan (mencuri)
c.       Kamesumicchacara Veramani artinya melatih diri untuk menghindari berbuat asusila (berhubungan kelamin yang bukan sebagai suami/istri)
d.      Musavada Veramani artinya melatih untuk menghindari berkata kasar/berbohong/ memfitnah/omong kosong.
e.       Suramerayamajjapamadatthana Veramani artinya melatih untuk menghindari mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
Tujuan tertinggi melaksanakan sila adalah untuk mencapai Nibbana. Nibbana tidak sama dengan surga. Bedanya: Surga adalah tempat berdiamnya makhluk yang menerima akibat perbuatan baiknya. Nibbana adalah keadaan dimana semua makhluk terbebas dari tanha dan kilesa.

ETIKA (CATUR PARAMITA DAN CATUR MARA)
A.    Catur Paramita
sifat-sifat Ketuhanan yang di sebut paramita yaitu dalam bathinnya merupakan segala sumber dari perbuatan baik (kusalakamma) yang tercetus pada pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita harus bias mengembangkan paramita itu.
Demi kebahagiaan, ketenangan dan kegembiraan hidup kita. Sifat ketuhanan itu terdiri dari : Metta cinta-kasih, karuna kasih-sayang, mudhita perasaan bahagia (simpati).
B.     Catur Mara
sifat-sifat setan/ jahat (marra) dalam bathin manusia dan ini merupakan sumber dari perbuatan buruk (akusalakamma) yang tercetus pada pikiran, ucapan dan badan.Karena itu kita harus dapat melenyapkannya agar hidup kita tidak terus-menerus di dalam kesengsaraan dan penderitaan yang tiada henti-hentinya. Sifat setan/jahat itu terdiri dari :
a.       Dosa
b.      Lobha
c.       Issa
d.      Moha
 Hubungan Sila dengan Etika
Pelaksanaan Sila dalam Buddhisme adalah merupakan suatu kebajikan moral, etika atau tata-tertib dalam menjalani kehidupan dimana akan mampu menuntun seseorang itu bertingkah laku secara baik dan benar bagi diri sendiri, orang lain termasuk seluruh alam semesta beserta isinya. Kebajikan moral dapat dianggap sebagai suatu dasar yang membentuk semua hal-hal yang positif dalam kehidupan saat ini..

AJARAN BUDHA DHARMA TENTANG MANUSIA DAN ALAM



Manusia, menurut ajaran Budha, adalah kumpulan dari kelompok energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda atau lima kelompok kegemaran yaitu:
  1.  Rupakhandha (kegemaran akan wujud atau bentuk)
  2.  Vedanakhandha (kegemaran akan perasaan)
  3.  Sannakhandha, adalah kegemaran akan penyerapan yang menyangkut itensitas indra
  4. Shankharakhandha adalah kegemaran bentuk-bentuk pikiran
  5. Vinnanakhandha (kegemaran akan kesadaran)
Kelima Kandha tersebut sering diringkas menjadi dua yaitu nama dan rupa. Nama adalah kumpulan dari perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan, yang dapat digolongkan sebagai unsur-unsur rohaniah. Rupa adalah badan jasmaniah yang terdiri dari empat unsur materi, yaitu unsur tanah, air, api dan udara.
            Pemikiran tentang manusia dalam agama Budha adalah unik, yaitu karena penyangkalannya terhadap adanya roh atau atma yang kekal abadi dalam diri manusia. Manusia dianggap merupakan kumpulan dari lima Kandha tanpa adanya roh atau atma di dalamnya.
Manusia selalu berada dalam dukkha karena hidup menurut ajaran Budha selalu dalam keadaan dukkha, sebagaimana diajarkan dalam Catur Arya Satyani tentang hakikat dari dukkha. Ada 3 macam dukkha, yaitu:
  1. Dukkha sebagai derita biasa (dukkha-dukkha)
  2. Dukkha sebagai akibat dari perubahan-perubahan (viparinamadukkha)
  3. Dukkha sebagai keadaan yang saling bergantung (sankharadukkha)
            Untuk menghilangkan dukkha manusia harus mengetahui dan memahami sumber dukkha yang disebut dukkhasamudaya, yang ada dalam diri manusia itu sendiri, yaitu berupa tanha (kehausan) yang mengakibatkan kelangsungan dan kelahiran kembali serta keterikatan pada hawa nafsu.
Nirwana merupakan tujuan akhir dari semua pemeluk Buddha, baik sewaktu masih hidup maupun sesudah mati, yang dapat dicapai oleh setiap orang dengan jalan memahami delapan jalan mulia atau Hasta Arya Marga.

Menurut ajaran Budha, seluruh alam ini adalah ciptaan yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena itu, ia disebut sankhata dharma yang berarti ada, yang tidak mutlak dan mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah. Alam semesta adalah suatu proses kenyataan yang yang selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah arus perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena itu, alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal, selalu dalam perubahan dan bukan jiwa, tidak mengandung suatu substansi yang tidak bersyarat.
Tentang terjadinya alam ini dikaitkan dengan hukum Pattica-Samuppada. Arti Pattica-Samuppada kurang lebih adalah “muncul bersamaan karena syarat berantai” atau “pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan Yang dimaksud bergantungan disini adalah unsur-unsur penyusun alam semesta, baik materi maupun mental berinteraksi satu sama lain sedemikian hingga tidak satupun yang berdiri secara terpisah, segala sesuatu sama-sama pentingnya.
Prinsip dari ajaran hukum Patticasamuppada diberikan dalam empat rumus/formula pendek yang artinya berbunyi sebagai berikut:
  1. Dengan adanya ini, maka terjadilah itu.
  2. Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu.
  3. Dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu
  4. Dengan terhentinya ini, maka terhentilah itu.
Dalam Visudha Maga 2204, loka tersebut digolong-golongkan atas shankharaloka, sattaloka, okasaloka.
Shankharaloka adalah alam makhluk yang tidak mempunyai kehendak, seperti benda-benda mati, batu, logam, emas.
Sattaloka adalah alam para makhluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari makhluk yang rendah hingga yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti manusia, hantu, dewa.
 Kamaloka, yaitu alam kehidupan yang masih senang dengan nafsu birahi dan terikat oleh panca indranya.
Okasaloka adalah alam tempat. Disini terdapat dan hidup makhluk-makhluk di atas, seperti bumi adalah okasaloka tempat manusia hidup dan tempat makhluk lain.
         Umat budha percaya bahwa yang mengatur alam bukan tuhan melinkan Dharma, yang mengatur alam semesta disebut dharmaniyama yang dapat digolongkan menjadi lima:
  1. Utuniyama, yaitu hukum yang menguasai peristiwa-peristiwa energy.
  2. Bijaniyama, yaitu hukum yang menguasai peristiwa-peristiwa biologis.
  3. Karmaniyama, yaitu hukum yang mengatur bidang moral, yang bertumpu pada hukum sebab-akibat.
  4. Cittaniyama, yaitu hukum yang menguasai peristiwa-peristiwa batiniah.
  5. Dharmaniyama, yaitu hukum yang mengatur hal-hal yang tidak termasuk dalam keempat kelompok di atas.
Kelima hukum di atas meliputi semua gejala yang terjadi di alam semesta yang memiliki sifat sendiri dan tidak diatur oleh kekuatan di luar hukum yang berlaku.