Manusia, menurut ajaran Budha, adalah kumpulan dari
kelompok energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang
disebut Pancakhanda atau lima kelompok kegemaran yaitu:
- Rupakhandha (kegemaran akan wujud atau bentuk)
- Vedanakhandha (kegemaran akan perasaan)
- Sannakhandha, adalah kegemaran akan penyerapan yang menyangkut itensitas indra
- Shankharakhandha adalah kegemaran bentuk-bentuk pikiran
- Vinnanakhandha (kegemaran akan kesadaran)
Kelima Kandha tersebut sering
diringkas menjadi dua yaitu nama dan rupa. Nama adalah kumpulan
dari perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan, yang dapat digolongkan sebagai
unsur-unsur rohaniah. Rupa adalah badan jasmaniah yang terdiri dari empat unsur
materi, yaitu unsur tanah, air, api dan udara.
Pemikiran tentang manusia dalam agama Budha adalah unik, yaitu karena
penyangkalannya terhadap adanya roh atau atma yang kekal abadi dalam diri
manusia. Manusia dianggap merupakan kumpulan dari lima Kandha tanpa adanya roh
atau atma di dalamnya.
Manusia selalu berada dalam dukkha karena hidup
menurut ajaran Budha selalu dalam keadaan dukkha, sebagaimana diajarkan dalam
Catur Arya Satyani tentang hakikat dari dukkha. Ada 3 macam dukkha, yaitu:
- Dukkha sebagai derita biasa (dukkha-dukkha)
- Dukkha sebagai akibat dari perubahan-perubahan (viparinamadukkha)
- Dukkha sebagai keadaan yang saling bergantung (sankharadukkha)
Untuk menghilangkan dukkha manusia harus mengetahui dan memahami sumber dukkha
yang disebut dukkhasamudaya, yang ada dalam diri manusia itu sendiri,
yaitu berupa tanha (kehausan) yang mengakibatkan kelangsungan dan kelahiran
kembali serta keterikatan pada hawa nafsu.
Nirwana merupakan tujuan akhir dari semua pemeluk
Buddha, baik sewaktu masih hidup maupun sesudah mati, yang dapat dicapai oleh
setiap orang dengan jalan memahami delapan jalan mulia atau Hasta Arya Marga.
Menurut ajaran Budha, seluruh alam ini adalah ciptaan
yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena
itu, ia disebut sankhata dharma yang berarti ada, yang tidak mutlak dan
mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah. Alam semesta adalah suatu proses
kenyataan yang yang selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah
arus perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena
itu, alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal, selalu dalam
perubahan dan bukan jiwa, tidak mengandung suatu substansi yang tidak
bersyarat.
Tentang terjadinya alam ini dikaitkan dengan hukum
Pattica-Samuppada. Arti Pattica-Samuppada kurang lebih adalah “muncul bersamaan
karena syarat berantai” atau “pokok permulaan sebab akibat yang saling
bergantungan” Yang dimaksud bergantungan disini adalah
unsur-unsur penyusun alam semesta, baik materi maupun mental berinteraksi satu sama
lain sedemikian hingga tidak satupun yang berdiri secara terpisah, segala
sesuatu sama-sama pentingnya.
Prinsip dari ajaran hukum Patticasamuppada diberikan
dalam empat rumus/formula pendek yang artinya berbunyi sebagai berikut:
- Dengan adanya ini, maka terjadilah itu.
- Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu.
- Dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu
- Dengan terhentinya ini, maka terhentilah itu.
Dalam Visudha Maga 2204, loka tersebut digolong-golongkan
atas shankharaloka, sattaloka, okasaloka.
Shankharaloka adalah alam
makhluk yang tidak mempunyai kehendak, seperti benda-benda mati, batu, logam,
emas.
Sattaloka adalah alam
para makhluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari makhluk yang rendah
hingga yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti manusia, hantu, dewa.
Kamaloka,
yaitu alam kehidupan yang masih senang dengan nafsu birahi dan terikat oleh
panca indranya.
Okasaloka adalah alam
tempat. Disini terdapat dan hidup makhluk-makhluk di atas, seperti bumi adalah
okasaloka tempat manusia hidup dan tempat makhluk lain.
Umat
budha percaya bahwa yang mengatur alam bukan tuhan melinkan Dharma, yang
mengatur alam semesta disebut dharmaniyama yang dapat digolongkan menjadi lima:
- Utuniyama, yaitu hukum yang menguasai peristiwa-peristiwa energy.
- Bijaniyama, yaitu hukum yang menguasai peristiwa-peristiwa biologis.
- Karmaniyama, yaitu hukum yang mengatur bidang moral, yang bertumpu pada hukum sebab-akibat.
- Cittaniyama, yaitu hukum yang menguasai peristiwa-peristiwa batiniah.
- Dharmaniyama, yaitu hukum yang mengatur hal-hal yang tidak termasuk dalam keempat kelompok di atas.
Kelima hukum di atas meliputi semua gejala yang
terjadi di alam semesta yang memiliki sifat sendiri dan tidak diatur oleh kekuatan
di luar hukum yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar