Blog ini dibuat untuk mengajukan tugas matakuliah Hindu-Budha di Indonesia dosen pengampu Siti Nadroh, M.Ag. Blog ini dikelola oleh kelompok 7 PA/4/B/2015 Irvan Santoso, Windi Wulandari, Oktavia Damayanti, Heni Aulia, dan M. Firmanullah
Kamis, 25 Juni 2015
Kamis, 18 Juni 2015
Upacara kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam agama Hindu
Upacara
kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam agama Hindu
1. Upacara kelahiran
a.Upacara bayi dalam
kandungan
Dalam
agama hindu,ritual atau upacara yang dilakukan ketika bayi masih dalam
kandungan disebut Magedog-gendongan.Upacara ini dilakukuan setelah
kandungan berusia di bawah lima bulan.Upacara ini bertujuan untuk membersihkan
dan memohon keselamatan jiwa si bayi agar kelak menjadi orang yang berguna
dalam masyarakat nanti.
Tata
cara upacara magedog-gendongan:
Dilakukan
di dalam pemandian di dalam rumah,ibu yang sedang mengandung disucikan,di
tempat suci itu disertakan pula alat upacara berupa benang hitam satu ikat yang
kedua ujungnya diikatkan pada cabang kayu dadap, bambu runcing, air berisikan
ikan yang masih hidup, ceraken dibungkus dengan kain lalu cabang kayu dadap
yang terikat dengan kayu dadap ditancapkan pada pintu gerbang.Ceraken yang
berisi air dan ikan dijinjing oleh sang ibu, sang suami memegang dengan tangan
kiri, sedangkan tangan kanan suami memegang bambo ,air suci dipercikan pada
sesajian yang telah disediakan, setelah itu suami istri bersembahyang memohon
keselamatan agar bayi yang di dalam kandungan selamat sampai lahirnya
nanti tanpa hambatan, didalam upacara ini dibacakan pula mantra-mantra seperti
mantra Matrpuja Nadisraddhadan dan Prapajapalopuja yang samata-mata
dilakukan untuk keselamatan ibu.
b. Kelahiran bayi
Upacara
Jatakarma yaitu upacara kelahiran bayi yang dilaksanakan sebelum tali pusar
bayi itu terputus, jika tali pusar si bayi sudah terlanjur lepas, harus dibuatkannya
suatu upakara yang bertujuan untuk membersihkan secara spiritual tempat-tempat
suci dan bangunan-bangunan yang ada disekitarnya.
Tata cara
upacara
Jatakarma
Pusar
bayi dibungkus dalam secarik kain, dimasukkan ke dalam sebuah kulit
ketupat kecil, disertai dengan sejenis rempah-rempah yang khasiatnya
menghangatkan, seperti cengkeh. Lalu ketupat kecil ini digantung menghadap arah
kaki tempat tidur bayi
Tujuan dari upacara ini, yaitu: untuk
menumbuhkan intelektual atau kepintaran anak, agar bayi tumbuh cerdas ,
memiliki rupa yang bagus, dan kesehatan yang baik.
c. Upacara setelah kelahiran bayi
Upacara
Bajong Colong atau Ngerorasin adalah upacara pergantian nama terhadap Catur
Sanak, dan mempersiapkan nama baru untuk sang anak yang dilaksanakan
ketika bayi berumur 12 hari. Tujuan dari upacara ini adalah untuk
keselamatan bayi karena terpisah dangan catur sanak dan memperkuat kedudukan
Atman atau roh dengan membersihkan badan halus bayi itu dari
kotoran yang dibawa dari rahim ibu.
Tata cara
upacara Bajong Colong
Sejumlah
lilin dinyalakan dan potongan lidi berisi kapas yang dibasahi oleh minyak yang
disulut api atau dengan Linting. Jumlah Linting yang digunakan
sesuai” urip” kelahiran bayi tersebut. Pada setiap Linting digantungkan
daun rontal atau kertas yang telah disiapkan nama-nama oleh orangtuanya.
d.Upacara kambuhan
Upacara
pembersihan orangtua dan bayinya terhadap lingkungan luarnya. upacara ini
dilakukan ketika bayi beurmur 42 hari. Karena sebelum bayi berumur 42 hari,orang
tua terutama ibu dianggap kotor sehinnga belum diperkenankan masuk ke tempat
yang suci.
e.Upacara Tigang Sasih
Diadakan
ketika bayi berumur tiga bulan, upacara ini disebut Niskarmana, yang
berarti dalam bahasa inggris adalah first ounting yaitu membawa bayi keluar
untuk pertama kalinya.
Tata cara
upacara Tigang Sasih
Dalam
upacara ini, di sekitar pekarangan rumah dibuatkan bentuk segi empat yang di
dalamnya disebarkan beras oleh sang ibu bayi tersebut, Di atas tebaran beras
itu dibuatkan gambaran swastika. Dari tempat itulah sang bayi diajak
melihat mentari pagi. Sebelum ditebari beras, persegi empat itu diolesi
seluruhnya dengan lumpur tanah liat, lalu sang ayah menggendong bayinya
dengan muka bayinya itu diarahkan ke matahari. Bayi itu dipakaikan pakaian yang
layak serta indah kemudian diajak ke tempat pemujaan rumah itu(sanggar
keluarga). Pemujaan di tempat itu diantar oleh pendeta serta diiringi oleh
bunyi-bunyian musik, lalu sang pendeta mengucapkan mantra weda kehadapan tuhan
dengan disaksikan oleh para dewa penjaga kedelapan penjuru angin serta dewa
mataharidewa bulan dan dewa angkasa. Ayah sang bayi tidak berhenti-hentinya
mengucapkan mantra Wisnu-dharmottar. Setelah upacara ini berakhir, sang
bayi diberikan kepada pamannya dari pihak ibu yang terus memangkunya, serta
diberikan hadiah-hadiah.
f. Upacara weton
Upacara
ini dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, tujuan dari upacara ini adalah memohon
kepada tuhan yang maha esa untuk keselamatan bayi tersebut, tetapi bukan hanya
bayi yang dimintai keselamatannya, tetapi juga untuk semua hewan dan tumbuhan
agar dapat subur dan panjang umurnya.
2. Perkawinan dalam
agama Hindu
Perkawinan merupakan
ikatan batin antara pria dan wanita yang akan melaksungkan
pernikahan.Pengertian ini juga tertera dalam Undang-Undang No.1 Tahun
1979,pasal 1,yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan tuhan yang maha esa.
Perkawinan atau
vivaha dalam agama Hindu mempunyai arti dan kedudukan yang khusus di dalam
kehidupan manusia yaitu awal jenjang grhstha. Di dalam kitab Manava
Dharmasastra bahwa pernikahan itu bersifat religius(sakral) dan wajib hukumnya,
ini dianggap mulia karena bisa memberi peluang kepada anak untuk menebus
dosa-dosa leluhurnya agar bisa menjelma atau menitis kembali ke dunia.
Dala,perkawinan dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Mempadik (meminang),
bentuk ini adalah bentuk yan dianggap sebagai paling terhormat .Yang melakukan
pinangan ini adalah berasal dari pihak laki-laki (purusa), yang datang memenuhi
pihak perempuan(pradhana) dan telah mendapatkan persetujua dari kedua pihak.
b. Pedewasaan (mencari
hari baik)
dari
pihak keluarga laki-laki mulai memohon hari baik(dewasa),biasanya memohon
kehadapan sulinggih atau seorang yang sudah biasa memberikan
dewasa(Nibakang Padewasaan).
c. Penjemputan
calon pengantin wanita
Pada
saat penjemputan ke rumah calon pengantin wanita, dari pihak laki-laki harus
diikuti oleh semua keluarga besarnya beserta unsur-unsur prajuru adat(kelihan
adat). prajuru dinas(kelihan dinas). Demikian
juga dari pihak calon pengantin wanita serta calon pengantinnya.
d. Ngetok lawang
Sebelum
pelaksanaan ngetok lawang, sang calon pengantin pria mengucapkan beberapa
pantun, yang akan bersambut-sambutan pantun oleh calon pengantin wanita.
e. Cara
meleksanakan Yadya Sesa (sagehan)
Taruh
sagehan tersebut di bawah, diisi canang, ditancapkan sebuah dupa yang sudah
mengandung api, dengan posisi menghadap ke jalan atau menghadap kedua calon
pengantin, lalu mmemercikan tetabuhan dangan beraturan.Adanya tatanan upacara
ini adalah mengandung nilai spiritual dan nilai etika dan menghasilkan
dikaruniai anak yang sempurna.
3.
Upacara kematian Ngaben
Ngaben
secara umum didefinisikan sebagai upacara pembakaran mayat. Ngaben berasal dari
kata beya artinya bekal atau biaya. Ngaben berfungsi untuk memutuskan kecintaan
sang Atma dengan badan jasmaninya dan mengantarkan Atma ke
alam Pitara. Ngaben disebut juga sebagai palebon yag berasal dari kata prathiwi
atau tanah, yang menjadikan arti sebagai “menjadikan pratiwi (abu)”. Tempat untu
memproses menjadi tanah disebut pemasmian (basmi) dan arealnya disebut sebagai
tunon (membakar).
Ngaben
adalah upacara penyempurnaan jasad, mengembalikan unsur-unsur yang membentuk
tubuh manusia ke asalnya yang dalam agama hindu tubuh manusia itu dibentuk sama
dengan alam yang dikenal dengan istilah bhuwana agung (unsure-unsur jagat raya)
dan bhuwana alit (unsure-unsur didalam tubuh) yang dalam agama hindu disebut
panca maha bhuta yakni ; pertiwi, apah, teja, bayu, dan akasa. Seseorang yang
meninggal dunia, tubuhnya ditinggal pergi oleh roh (sang Atma), maka tubuh
itu tak ubahnya segabai benda rongsokan ibarat sampah, ia harus segera
dihanguskan supaya baur dengan alam semesta.
Ada
tiga cara yang ditempuh umat dalam melaksanakan ngaben yaitu nista, madya dan
utama. Tingkatan inilah yang kemudian mempengaruhi jalannya upacara, yang
membuat besar kecilnya sesajen yang pada akhirnya menyangkut waktu yang disita,
orang yang dilibatkan, dan biaya yang dikeluarkan. Tingkatan ngaben ini tidak
ada hubungannya dengan kasta tetapi ditentukan oleh keadaan social ekonomi
keluarga yang mempunyai hajat.
Ngaben
ini memiliki filosofi yaitu:
1. Ketuhanan Brahman
Brahman merupakan asal mula terciptanya
alam semesta beserta isinya dan merupakan tujuan akhirnya semua yang tercipta.
2. Atman
Keyakinan pada atma yang ada pada
masing-masing badan manusia dan merupakan serpihan kecil na suci dari Brahman.
maka setelah tiba waktu kembalinya ia harus disucikan pula dengan upacara.
3. Karma
Manusia hidup tidak lepas dari kerja,
atas dorongan sukma sarira (budi, manah, indra dan aharalagawa) yang pada
setiapnya akan berpahala. Kerja yang baik (subha karma) akan berpahala baik
pula dan sebaliknya asubha karma akan menerima timpaan yang buruk pula. Dan
pahala ini yang akan menjadi beban atma.
4. Samsara
Penderitaan yang dirasakan sang atma,
maka haruslah melaksanakan upacara untuk melepaskan atma dari samsara ketika
kembali pada asalnya.
5. Moksa
Kebahagiaan abadi yangmenjadi tumpuan
harapan semua manusia yang menjadi tujuan utama umat hindu.
Hari-Hari Suci dan tempat-tempat Suci Agama Budha
A. Hari-hari Suci Agama Budha
Agama
budha tidak mengajarkan bahwa untuk mencapai nirwana harus melakukan pacara-upacara keagamaan, sesajian
ataupun persembahyangan. Namun, mengucapkan mantra-mantra dari kitab suci,
mengikuti ceramah dan wejangan keagamaan, menghanturkan sesajian akan besar
manfaatnya bagi umat budha. Upacara itu sendiri sebenarnya adalah suatu cetusan
hati nurani manusia terhadap suatu keadaan. Dengan sendirinya bentuk-bentuk
upacara itu sesuai dengan keadaan, jaman, alam, suasana, selera dan cara
berfikir sipembuatnya atau pelaksananya.
1.
Hari Suci Waisak
Hari suci Waisak
menurut umat budha sering disebut hari raya trisuci waisak, hari raya trisuci
waisak ini merupakan hari raya terbesar agama Buddha. Waisak berasal dari
bahasa pali yaitu vesakha atau di dalam bahasa sansekerta disebut vaisakha atau
vesakha, hari raya waisak ini jatuh pada bulan purnama sidhi yaitu bulan
Mei-Juni guna untuk memperingati tiga kejadian penting dalam agama Buddha,
yaitu saat kelahiran Siddharta Gautama, saat Sang Pertapa Gautama mencapai
pencerahan dan saat Sang Buddha Gautama meninggal dunia dan mencapai nirwana.
2.
Hari Suci Asadha
Hari suci Asadha merupakan peristiwa yang mempunyai arti yang amat
penting, bahkan mempunyai nilai keramat bagi kemanusiaan. Hari suci asadha ini
dirayakan guna untuk memperingati peristiwa dimana sang Buddha mengajarkan
dharma yang pertama kali kepada kelima petapa dengan pemutaran roda dharma.
kelima petapa tersebut adalah kondanna, bhadiya, vappa, mahanama dan asajji.
3.
Hari Suci Kathina
Perayaan hari suci Kathina
adalah sebagai ungkapan
terimakasih kepada para Bhikkhu
yang telah menjalankan Vassa.
Selain, memberikan persembahan jubah Kathina,
umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan Vihara, dan berdana untuk
perkembangan dan kemajuan agama Buddha. Hari suci Kathina ini dirayakan tiga bulan setelah
dirayakan hari suci Asadha.
B. Pengertian
dan Fungsi Vihara
Pada jaman
Buddha masih hidup,
vihara digunakan sebagai tempat
tinggal para Bhikkhu. Sekarang Vihara beralih fungsi sebagai tempat
untuk melaksanakan puja bakti atau persembahan puja dari umat Buddha kepada
sang Buddha. Di vihara umat Buddha melakukan penghormatan kepada Buddharupang (patung Buddha) sebagai
simbolis dari perwujudan tubuh Buddha. Umat bisa melakukan bakti sosial, sharing dhamma, dan berbagai kegiatan
lainya yang berhubungan dengan keagamaan di Vihara. Vihara merupakan milik umum
(umat Buddha) dan tidak boleh dijadikan milik perseorangan, biasanya dibentuk
suatu yayasan untuk mengatur kepentingan tersebut (Giriputra, 1994 : 2).
Vihara berfungsi untuk Tempat untuk melakukan ibadah
kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui Sang Tri Ratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha),
Tempat pembabaran, pendidikan, penghayatan dan pengamalan Dhamma, Tempat
latihan meditasi dalam usaha untuk melenyapkan kekotoran batin dan
merealisasikan cita-cita kehidupan suci, Tempat tinggal Bhikkhu/ni dan
Samanera/I, Tempat tinggal Pabbajja/Upasaka/Pandita yang ingin melaksanakan
sila agama Buddha, Tempat yang menunjukkan jalan kebebasan, Tempat untuk
memasyarakatkan dan menyebarkan agama Buddha.
C. Candi-candi Budha di Indonesia.
1.
Candi Borobudur
Candi Borobudur
adalah sebuah stupa mandala yang menggambarkan secara simbolis kegunaan agama
budha, kedasyatan cosmos dan ketidak terhinggaan Sanghyang Adi Budha. Borobudur
adalah nama sebuah Candi
Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur
berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur
sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai
puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.
2.
Candi Mendut
Candi mendut didirikan oleh raja Indra dari dinasti Syailendra pada tahun
824 dan di duga lebih tua dari candi Borobudur. Terdapat tiga arca yang
menghias candi ini, masing-masing Buddha sakyamuni, bodhisattva avalokitesvara
dan bodhisattva maitreya. Candi mendut terletak di desa Mendut, kecamatan
Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi
Borobudur. Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang
berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa
bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.
3.
Candi Sewu
Candi Sewu merupakan kompleks
candi-candi yang tersusun dalam bentuk bujur sangkar, terdiri dari candi induk
perpuncak stupa dan dikelilingi oleh sekitar 250 candi-candi perwara. Candi
sewu terletak disebelah utara candi prambanan selesai dibangun kira-kira tahun
1098 M.[1]
Candi Sewu (seribu) ini diperkirakan dibangun
pada saat kerajaan Mataram Kuno oleh raja Rakai Panangkaran (746 – 784).
4.
Candi Muara Takus
Candi muara takus terletak di propinsi Riau terletak di antara dua
sungai, yaitu sungai Kampar kanan dan sungai Kampar kiri. Kelompok candi ni
merupakan candi peninggalan kebudayaan ayng bersifat Buddha, berpagar tembok
batu dengan pintu di sebelah utara.
Hari-Hari Suci dan tempat-tempat Suci Agama Hindu
A. Hari-hari Suci
Agama Hindu
Hari suci adalah
hari yang istimewa, karena pada hari-hari suci tersebut para Dewa beryoga untuk
menyucikan alam semesta beserta isinya. Oleh sebab itu, pada hari-hari suci tersebut diyakini
oleh umat Hindu adalah hari yang sangat baik untuk melakukan Yadnya. Beryadnya
pada hari-hari suci nilainya sangat tinggi bila dibandingkan dengan hari-hari
biasa.
a. Hari Suci
Galungan
Hari suci Galungan adalah hari suci yang mengandung
makna kemenangan Dharma. Hari suci Galungan
dimaknai sebagai hari kemenangan dhama (kebaikan) dalam melawan Adhama (kejahatan).
b. Hari
Suci Kuningan
Hari suci kuningan adalah hari yang penuh makna yang
berhubungan dengan kehidupan
semua makhluk di alam semesta. Pada hari ini umat hindu percaya bahwa Dewa Siwa
turun bersama pengiring-pengiringnya. Hari suci Kuningan setelah dilakukannya hari suci
penampa Kuningan.
Hari suci kuningan jatuh pada hari sabtu, Saniscara Kliwon Wuku tepat pada 10
hari setelah dliaksanakannya hari suci galungan.
c. Hari
Suci Nyepi
Hari suci nyepi adalah upacara tahun baru.
Pelaksanaan hari suci ini memiliki beberapa pandangan, yang pertama hari suci nyepi ini merupakan hari pergantian
tahun caka dan yang kedua hari suci nyepi ini mengandung nilai-nilai spiritual
tinggi yang didalamnya terkandung ajaran-ajaran kesucian, ajaran pengendalian
diri dan mengandung konsep ajaran “samkhya yoga”. Hari suci nyepi ini tidak
menggunakan wuju dan pasaran, melaikan menggunakan perhitunggan tanggal dan
panglong serta sasih. Hari suci nyepi jatuh pada tanggal Apisan (Tithi Pratami
Suklapaksa) Sasih Kadasa (Waisaka), upacara ini dimulai di panglong 13 sasih
kasanga (chaitra).
d. Hari Suci Siwaratri
Hari suci siwaratri
adalah merupakan pengaplikasian dari ajaran weda yang bersifat nyata karena
pada pelaksanaannya sungguh-sungguh tercermin adanya nilai-nilai ajaran Samkhya Yoga, hari ini diperingati
sebagai hari permohonan kekuatan pengendalian diri kehadapan Sang Hyang Siwa
sehingga pada saat tersebut merupakan hari malam siwa atau siwa ratri. Siwaratri artinya malam
Siwa yakni malam dimana Hyang Siwa sedang beryoga untuk kesejahteraan dunia.
Landasan perayaan Siwaratri ini adalah Kakawin Siwaratri Kalpa atau Lubdaka,
kakawin ini ditulis oleh Mpu Tanakung kakawin ini bersumber dari padma purana.
f. Hari Suci Purnama dan
Tilem
Umat hindu sangat meyakini bahwa rasa kesucian yang
tinggi ada pada hari purnama, sehingga hari itu disebutkan dengan kata “dewasa ayu”. Setiap
datangnya hari-hari suci yang bertetapan dengan hari purnama maka pelaksanaan
upacaranya disebut “nadi”, tetapi
tidak setiap hari purnama disebut ayu tergantung juga dari patemon dina dalam perhitungan wariga.
g. Hari Suci Saraswati
Kata Saraswati dalam bahasa Sanskerta berasal dari kata Sr yang artinya mengalir. Jadi saraswati
adalah suatu yang bersifat mengalir, dalam arti maknawi saraswati artinya
pengetahuan.
B. Pengertian dan Fungsi Tempat Suci
Tempat suci sebagai simbol alam semesta beserta isinya, menurut ajaran
agama Hindu dapat difungsikan sebagai Sthana Tuhan Yang Maha Esa
beserta Prabhawa-Nya dan roh suci para leluhur. Tempat suci Hindu khususnya di bali memiliki
bermacam-macam bentuk, sehingga dari bentuk tersebut menunjukkan karakteristik dan fungsional yang sesuai dengan manifestasi Sang Hyang
Widhi. Dilihat dari struktur fisik tempat suci, memiliki konsep penyatuan
kekuatan lingga dan yoni sehingga
hasil dari penyatuan tersebut akan menimbulkan kekuatan religiomagis pada tempat suci tersebut. Tempat suci berfungsi sebagai sadhana untuk meningkatkan berbagai
macam ketrampilan umat manusia. Tempat suci bagi umat Hindu merupakan sarana,
guna melangsungkan berbagai macam upacara keagamaan seperti piodalan. Tempat
suci selain digunakan sebagai tempat piodalan, juga digunakan sebagai tempat
pelaksanaan upacara keagamaan yang lainnya, seperti hari raya Galungan,
Kuningan, Siwaratri, Saraswati dan yang
lainnya.
C.
Jenis-jenis
Tempat Suci
Bentuk tempat suci agama Hindu ada dua macam yaitu, yang bersifat
alami dan ada juga yang bersifat buatan. Tempat suci ini digunakan untuk memuja
kebesaran tuhan Ida Sang Hyang Widi, tempat-tempat suci tersebut antara lain:
1. Gunung
Umat hindu memiliki keyakinan bahwa gunung ini
adalah tempat Ida Sang Hyang Widhi Wasta beserta istha dewata beserta roh suci
leluhur.
2. Lingga
Lingga adalah simbol gunung, yang dikenal dengan istilah Linggacala
artinya lingga yang tetap tidak bergerak. Di Bali, dapat dijumpai Lingga yang
berjejer tiga di atas sebuah Yoni, tempatnya di Ceruk goa sebelah timur.
3. Candi
Menurut agama hindu
candi melambangkan alam semesta dengan ketiga bagiannnya, atap candi
melambangkan alam atas (Swah Loka)
badan candi melambangkan alam tengah atau alam antara (Bwah Loka), dan kaki candi melambangkan alam bawah (Bhur Loka). Candi merupakan salah satu karya manusia yang
menurut pandangan umat Hindu adalah simbol alam semesta.
4. Meru
Meru merupakan simbol atau lambing Andha huwana (alam semesta), tingkatan
atapnya melambangkan lapisan alam besar dan alam kecil (makrokosmos dan
mikrokosmos).
5. Padmasana
Padmasana berasal dari kata Padma dan Asana. Padma
berarti bunga teratai dan Asana
berarti tempat duduk. Padmasana adalah tempat duduk dari bunga teratai. Dalam
pandangan umat Hindu, Padmasana
diartikan sebagai simbolis alam semesta sebagai sthananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang dibangun dalam bentuk
bangunan yang menjulang tinggi.
6. Pura
Pura seperti halnya
meru atau candi (dalam pengertian peninggalan purbakala kini di Jawa) merupakan
simbol dari kosmos atau alam sorga (kahyangan), seperti pula diungkapkan oleh
Dr. Soekmono (1974: 242) pada akhir kesimpulan disertasinya yang menyatakan
bahwa candi bukanlah sebagai makam, maka terbukalah suatu perspektif baru yang
menempatkan candi dalam kedudukan yang semestinya (sebagai tempat pemujaan), untuk
memohon kehadiran Sang Hyang Uiva dan Uakti dan Kekuatan atau Prinsip Dasar dan
segala Menifestasi atau Wujud-Nya, dari element hakekat yang pokok, Pathivi
sampai kepada Uakti-Nya. Wujud konkrit Sang Hyang Uiva adalah sthana Sang Hyang Vidhi.
D. Candi-candi
Hindu di Indonesia
a. Candi
Prambanan
Candi Prambanan
adalah Candi
agama Hindu yang
terkemuka di Jawa Selatan. Candi Prambanan
terdiri dari tiga bagian yaitu, bagian dalam
yang kosong, kegiatan tengah yang dibangun agak tinggi dan bagian atas dengan
luas dasar. Dalam komplek terdapat tiga candi utama dan disebut Candi Perwara yang letaknya berjejer semuanya
menghadap ke timur dan dikelilingi candi-candi keil disebut candi kelir.
b. Candi Gunung Sari
Candi Gunung Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa
yang ada di Jawa. Lokasi candi ini berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat
ditemukannya Prasasti Canggal.
c. Candi Gedong Songo
Candi Gedong Songo (Sembilan gedung) terletak di
Desa Darum, Ungaran terletak
di lereng gunung Unggaran pada ketinggian 1200-1300 M dari atas permukaan laut
sehingga suhunya cukup dingin. Candi gedong songo ini dapat diketahui dari
adanya yoni dalam bilik candi, relief-relief Durga dan Syiwa Mahaguru
(Agastya), percandian ini terdiri dari lima kelompok candi setiap kelompok
terdiri satu atau lebih candi seluruhnya berjumlah Sembilan buah. Candi ini
diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu
dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
d. Candi Kawi
Candi Kawi ini terletak
di Tampai Siring, Bali yang merupakan makam raja Bali yang
bernama Anak Wungsu. Anak wungsu adalah putra bungsu
dari raja Udayana, Anak Wungsu menggantikan kedudukan
kakanya, Marakata yang dimakamkan di Camara. Anak wungsu yang menciptakan
kemakmuran dalam masyarakat didharmakan sebagai wisnu dan sebagai penganut
waisnawa tetap melaksanakan bhakti kepada dewa-dewa Trimurti, terutama Syiwa.
Candi ini dibangun pada abab 11 M, bangunan candi ini dipahat dari tebing batu.
e. Candi
Dieng
Candi dieng terletak di desa Dieng Kulon (Utara Wonosobo) pada ketinggian
2.00 M di atas permukaan laut. Candi ini di dirikan oleh raja-raja dari dinasti
Sanjaya pada abad 8 dan 9 M. candi dieng dikenal dengan nama tokoh-tokoh wayang
dalam kakawin Mahabharata dari keluarga Pandawa. Ciri-ciri candi dieng ini
atapnya yang tidak kerucut, ruang candinya kecil dan sempit.
Langganan:
Postingan (Atom)