Kamis, 18 Juni 2015

Upacara kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam agama Hindu



Upacara kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam agama Hindu
1. Upacara kelahiran
a.Upacara bayi dalam kandungan
Dalam agama hindu,ritual atau upacara yang dilakukan ketika bayi masih dalam kandungan disebut Magedog-gendongan.Upacara ini dilakukuan setelah kandungan berusia di bawah lima bulan.Upacara ini bertujuan untuk membersihkan dan memohon keselamatan jiwa si bayi agar kelak menjadi orang yang berguna dalam masyarakat nanti.
Tata cara upacara magedog-gendongan:
Dilakukan di dalam pemandian di dalam rumah,ibu yang sedang mengandung disucikan,di tempat suci itu disertakan pula alat upacara berupa benang hitam satu ikat yang kedua ujungnya diikatkan pada cabang kayu dadap, bambu runcing, air berisikan ikan yang masih hidup, ceraken dibungkus dengan kain lalu cabang kayu dadap yang terikat dengan kayu dadap ditancapkan pada pintu gerbang.Ceraken yang berisi air dan ikan dijinjing oleh sang ibu, sang suami memegang dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan suami memegang bambo ,air suci dipercikan pada sesajian yang telah disediakan, setelah itu suami istri bersembahyang memohon keselamatan agar bayi yang di dalam kandungan  selamat sampai lahirnya nanti tanpa hambatan, didalam upacara ini dibacakan pula mantra-mantra seperti mantra Matrpuja Nadisraddhadan dan Prapajapalopuja yang samata-mata dilakukan untuk keselamatan ibu.
b. Kelahiran bayi 
Upacara Jatakarma yaitu upacara kelahiran bayi yang dilaksanakan sebelum tali pusar bayi itu terputus, jika tali pusar si bayi sudah terlanjur lepas, harus dibuatkannya suatu upakara yang bertujuan untuk membersihkan secara spiritual tempat-tempat suci dan bangunan-bangunan yang ada disekitarnya. 
 Tata cara upacara Jatakarma                     
Pusar bayi dibungkus dalam secarik kain, dimasukkan ke dalam sebuah kulit  ketupat kecil, disertai dengan sejenis rempah-rempah yang khasiatnya menghangatkan, seperti cengkeh. Lalu ketupat kecil ini digantung menghadap arah kaki tempat tidur bayi 
 Tujuan dari upacara ini, yaitu: untuk menumbuhkan intelektual atau kepintaran anak, agar bayi tumbuh cerdas , memiliki rupa yang bagus, dan kesehatan yang baik.
c. Upacara setelah kelahiran bayi  
Upacara Bajong Colong atau Ngerorasin adalah upacara pergantian nama terhadap Catur Sanak, dan mempersiapkan nama baru untuk sang anak  yang dilaksanakan ketika bayi berumur  12 hari. Tujuan dari upacara ini adalah untuk keselamatan bayi karena terpisah dangan catur sanak dan memperkuat kedudukan Atman atau roh  dengan  membersihkan badan halus bayi itu dari kotoran  yang dibawa dari rahim ibu.
Tata cara upacara  Bajong Colong 
Sejumlah lilin dinyalakan dan potongan lidi berisi kapas yang dibasahi oleh minyak yang disulut api atau dengan Linting. Jumlah Linting yang digunakan sesuai” urip” kelahiran bayi tersebut. Pada setiap Linting digantungkan daun rontal atau kertas yang telah disiapkan nama-nama oleh orangtuanya.
d.Upacara kambuhan 
Upacara pembersihan orangtua dan bayinya terhadap lingkungan luarnya. upacara ini dilakukan ketika bayi beurmur 42 hari. Karena sebelum bayi berumur 42 hari,orang tua terutama ibu dianggap kotor sehinnga belum diperkenankan masuk ke tempat yang suci. 
e.Upacara Tigang Sasih 
Diadakan ketika bayi berumur  tiga bulan, upacara ini disebut Niskarmana, yang berarti dalam bahasa inggris adalah first ounting yaitu membawa bayi keluar untuk pertama kalinya.
Tata cara upacara Tigang Sasih
Dalam upacara ini, di sekitar pekarangan rumah dibuatkan bentuk segi empat yang di dalamnya disebarkan beras oleh sang ibu bayi tersebut, Di atas tebaran beras itu dibuatkan gambaran swastika. Dari tempat itulah sang bayi diajak melihat mentari pagi. Sebelum ditebari beras, persegi empat itu diolesi seluruhnya dengan lumpur  tanah liat, lalu sang ayah menggendong bayinya dengan muka bayinya itu diarahkan ke matahari. Bayi itu dipakaikan pakaian yang layak serta indah kemudian diajak ke tempat pemujaan rumah itu(sanggar keluarga). Pemujaan di tempat itu diantar oleh pendeta serta diiringi oleh bunyi-bunyian musik, lalu sang pendeta mengucapkan mantra weda kehadapan tuhan dengan disaksikan oleh para dewa penjaga kedelapan penjuru angin serta dewa mataharidewa bulan dan dewa angkasa. Ayah sang bayi tidak berhenti-hentinya mengucapkan mantra Wisnu-dharmottar. Setelah upacara ini berakhir, sang bayi diberikan kepada pamannya dari pihak ibu yang terus memangkunya, serta diberikan hadiah-hadiah.
f. Upacara weton 
Upacara ini dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, tujuan dari upacara ini adalah memohon kepada tuhan yang maha esa untuk keselamatan bayi tersebut, tetapi bukan hanya bayi yang dimintai keselamatannya, tetapi juga untuk semua hewan dan tumbuhan agar dapat subur dan panjang umurnya.

2. Perkawinan dalam agama Hindu
Perkawinan merupakan ikatan batin antara pria dan wanita yang akan melaksungkan pernikahan.Pengertian ini juga tertera dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1979,pasal 1,yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan yang maha esa.
Perkawinan atau vivaha dalam agama Hindu mempunyai arti dan kedudukan yang khusus di dalam kehidupan manusia yaitu awal jenjang grhstha. Di dalam kitab Manava Dharmasastra bahwa pernikahan itu bersifat religius(sakral) dan wajib hukumnya, ini dianggap mulia karena bisa memberi peluang kepada anak untuk menebus dosa-dosa leluhurnya agar bisa menjelma atau menitis kembali ke dunia. Dala,perkawinan dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Mempadik (meminang), bentuk ini adalah bentuk yan dianggap sebagai paling terhormat .Yang melakukan pinangan ini adalah berasal dari pihak laki-laki (purusa), yang datang memenuhi pihak perempuan(pradhana) dan telah mendapatkan persetujua dari kedua pihak.
b. Pedewasaan (mencari hari baik)
dari pihak keluarga laki-laki mulai memohon hari baik(dewasa),biasanya memohon kehadapan sulinggih atau  seorang yang sudah biasa memberikan dewasa(Nibakang Padewasaan).
c. Penjemputan calon pengantin wanita
Pada saat penjemputan ke rumah calon pengantin wanita, dari pihak laki-laki harus diikuti oleh semua keluarga besarnya beserta unsur-unsur prajuru adat(kelihan adat).  prajuru dinas(kelihan dinas). Demikian juga dari pihak calon pengantin wanita serta calon pengantinnya.
d. Ngetok lawang
Sebelum pelaksanaan ngetok lawang, sang calon pengantin pria mengucapkan beberapa pantun, yang akan bersambut-sambutan pantun oleh calon pengantin wanita.
e. Cara meleksanakan Yadya Sesa (sagehan)
Taruh sagehan tersebut di bawah, diisi canang, ditancapkan sebuah dupa yang sudah mengandung api, dengan posisi menghadap ke jalan atau menghadap kedua calon pengantin, lalu mmemercikan tetabuhan dangan beraturan.Adanya tatanan upacara ini adalah mengandung nilai spiritual dan nilai etika dan menghasilkan dikaruniai anak yang sempurna.


3. Upacara kematian Ngaben
Ngaben secara umum didefinisikan sebagai upacara pembakaran mayat. Ngaben berasal dari kata beya artinya bekal atau biaya. Ngaben berfungsi untuk memutuskan kecintaan sang Atma dengan badan jasmaninya dan mengantarkan Atma ke alam Pitara. Ngaben disebut juga sebagai palebon yag berasal dari kata prathiwi atau tanah, yang menjadikan arti sebagai “menjadikan pratiwi (abu)”. Tempat untu memproses menjadi tanah disebut pemasmian (basmi) dan arealnya disebut sebagai tunon (membakar).
Ngaben adalah upacara penyempurnaan jasad, mengembalikan unsur-unsur yang membentuk tubuh manusia ke asalnya yang dalam agama hindu tubuh manusia itu dibentuk sama dengan alam yang dikenal dengan istilah bhuwana agung (unsure-unsur jagat raya) dan bhuwana alit (unsure-unsur didalam tubuh) yang dalam agama hindu disebut panca maha bhuta yakni ; pertiwi, apah, teja, bayu, dan akasa. Seseorang yang meninggal dunia, tubuhnya ditinggal pergi oleh roh (sang Atma), maka tubuh itu tak ubahnya segabai benda rongsokan ibarat sampah, ia harus segera dihanguskan supaya baur dengan alam semesta.
Ada tiga cara yang ditempuh umat dalam melaksanakan ngaben yaitu nista, madya dan utama. Tingkatan inilah yang kemudian mempengaruhi jalannya upacara, yang membuat besar kecilnya sesajen yang pada akhirnya menyangkut waktu yang disita, orang yang dilibatkan, dan biaya yang dikeluarkan. Tingkatan ngaben ini tidak ada hubungannya dengan kasta tetapi ditentukan oleh keadaan social ekonomi keluarga yang mempunyai hajat.
Ngaben ini memiliki filosofi yaitu:
1. Ketuhanan Brahman
Brahman merupakan asal mula terciptanya alam semesta beserta isinya dan merupakan tujuan akhirnya semua yang tercipta.
2. Atman
Keyakinan pada atma yang ada pada masing-masing badan manusia dan merupakan serpihan kecil na suci dari Brahman. maka setelah tiba waktu kembalinya ia harus disucikan pula dengan upacara.
3. Karma
Manusia hidup tidak lepas dari kerja, atas dorongan sukma sarira (budi, manah, indra dan aharalagawa) yang pada setiapnya akan berpahala. Kerja yang baik (subha karma) akan berpahala baik pula dan sebaliknya asubha karma akan menerima timpaan yang buruk pula. Dan pahala ini yang akan menjadi beban atma.
4. Samsara
Penderitaan yang dirasakan sang atma, maka haruslah melaksanakan upacara untuk melepaskan atma dari samsara ketika kembali pada asalnya.
5. Moksa
Kebahagiaan abadi yangmenjadi tumpuan harapan semua manusia yang menjadi tujuan utama umat hindu.

Hari-Hari Suci dan tempat-tempat Suci Agama Budha



A.   Hari-hari Suci Agama Budha
            Agama budha tidak mengajarkan bahwa untuk mencapai nirwana harus melakukan pacara-upacara keagamaan, sesajian ataupun persembahyangan. Namun, mengucapkan mantra-mantra dari kitab suci, mengikuti ceramah dan wejangan keagamaan, menghanturkan sesajian akan besar manfaatnya bagi umat budha. Upacara itu sendiri sebenarnya adalah suatu cetusan hati nurani manusia terhadap suatu keadaan. Dengan sendirinya bentuk-bentuk upacara itu sesuai dengan keadaan, jaman, alam, suasana, selera dan cara berfikir sipembuatnya atau pelaksananya.
1.        Hari Suci Waisak
Hari suci Waisak menurut umat budha sering disebut hari raya trisuci waisak, hari raya trisuci waisak ini merupakan hari raya terbesar agama Buddha. Waisak berasal dari bahasa pali yaitu vesakha atau di dalam bahasa sansekerta disebut vaisakha atau vesakha, hari raya waisak ini jatuh pada bulan purnama sidhi yaitu bulan Mei-Juni guna untuk memperingati tiga kejadian penting dalam agama Buddha, yaitu saat kelahiran Siddharta Gautama, saat Sang Pertapa Gautama mencapai pencerahan dan saat Sang Buddha Gautama meninggal dunia dan mencapai nirwana.
2.        Hari Suci Asadha
Hari suci Asadha merupakan peristiwa yang mempunyai arti yang amat penting, bahkan mempunyai nilai keramat bagi kemanusiaan. Hari suci asadha ini dirayakan guna untuk memperingati peristiwa dimana sang Buddha mengajarkan dharma yang pertama kali kepada kelima petapa dengan pemutaran roda dharma. kelima petapa tersebut adalah kondanna, bhadiya, vappa, mahanama dan asajji.
3.        Hari Suci Kathina
Perayaan hari suci Kathina adalah sebagai ungkapan terimakasih kepada para Bhikkhu yang telah menjalankan Vassa. Selain, memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan Vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha. Hari suci Kathina ini dirayakan tiga bulan setelah dirayakan hari suci Asadha. 
B.     Pengertian dan Fungsi Vihara
Pada jaman Buddha masih hidup, vihara digunakan sebagai tempat tinggal para Bhikkhu. Sekarang Vihara beralih fungsi sebagai tempat untuk melaksanakan puja bakti atau persembahan puja dari umat Buddha kepada sang Buddha. Di vihara umat Buddha melakukan penghormatan kepada Buddharupang (patung Buddha) sebagai simbolis dari perwujudan tubuh Buddha. Umat bisa melakukan bakti sosial, sharing dhamma, dan berbagai kegiatan lainya yang berhubungan dengan keagamaan di Vihara. Vihara merupakan milik umum (umat Buddha) dan tidak boleh dijadikan milik perseorangan, biasanya dibentuk suatu yayasan untuk mengatur kepentingan tersebut (Giriputra, 1994 : 2).
Vihara berfungsi untuk Tempat untuk melakukan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui Sang Tri Ratna (Buddha, Dhamma, dan Sangha), Tempat pembabaran, pendidikan, penghayatan dan pengamalan Dhamma, Tempat latihan meditasi dalam usaha untuk melenyapkan kekotoran batin dan merealisasikan cita-cita kehidupan suci, Tempat tinggal Bhikkhu/ni dan Samanera/I, Tempat tinggal Pabbajja/Upasaka/Pandita yang ingin melaksanakan sila agama Buddha, Tempat yang menunjukkan jalan kebebasan, Tempat untuk memasyarakatkan dan menyebarkan agama Buddha.
C.    Candi-candi Budha di Indonesia.
1.        Candi Borobudur
borobudur
Candi Borobudur adalah sebuah stupa mandala yang menggambarkan secara simbolis kegunaan agama budha, kedasyatan cosmos dan ketidak terhinggaan Sanghyang Adi Budha. Borobudur adalah nama sebuah Candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.
2.        Candi Mendut
candi-mendut
Candi mendut didirikan oleh raja Indra dari dinasti Syailendra pada tahun 824 dan di duga lebih tua dari candi Borobudur. Terdapat tiga arca yang menghias candi ini, masing-masing Buddha sakyamuni, bodhisattva avalokitesvara dan bodhisattva maitreya. Candi mendut terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur. Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.
3.        Candi Sewu
candi-sewu
Candi Sewu merupakan kompleks candi-candi yang tersusun dalam bentuk bujur sangkar, terdiri dari candi induk perpuncak stupa dan dikelilingi oleh sekitar 250 candi-candi perwara. Candi sewu terletak disebelah utara candi prambanan selesai dibangun kira-kira tahun 1098 M.[1] Candi Sewu (seribu) ini diperkirakan dibangun pada saat kerajaan Mataram Kuno oleh raja Rakai Panangkaran (746 – 784).
4.        Candi Muara Takus
candi-muara-takus
Candi muara takus terletak di propinsi Riau terletak di antara dua sungai, yaitu sungai Kampar kanan dan sungai Kampar kiri. Kelompok candi ni merupakan candi peninggalan kebudayaan ayng bersifat Buddha, berpagar tembok batu dengan pintu di sebelah utara.











Hari-Hari Suci dan tempat-tempat Suci Agama Hindu



A.        Hari-hari Suci Agama Hindu
Hari suci adalah hari yang istimewa, karena pada hari-hari suci tersebut para Dewa beryoga untuk menyucikan alam semesta beserta isinya. Oleh sebab itu, pada hari-hari suci tersebut diyakini oleh umat Hindu adalah hari yang sangat baik untuk melakukan Yadnya. Beryadnya pada hari-hari suci nilainya sangat tinggi bila dibandingkan dengan hari-hari biasa.
a.         Hari Suci Galungan
Hari suci Galungan adalah hari suci yang mengandung makna kemenangan Dharma. Hari suci Galungan dimaknai sebagai hari kemenangan dhama (kebaikan) dalam melawan  Adhama (kejahatan).
b.         Hari Suci Kuningan
Hari suci kuningan adalah hari yang penuh makna yang berhubungan dengan kehidupan semua makhluk di alam semesta. Pada hari ini umat hindu percaya bahwa Dewa Siwa turun bersama pengiring-pengiringnya. Hari suci Kuningan setelah dilakukannya hari suci penampa Kuningan. Hari suci kuningan jatuh pada hari sabtu, Saniscara Kliwon Wuku tepat pada 10 hari setelah dliaksanakannya hari suci galungan.
c.      Hari Suci Nyepi
Hari suci nyepi adalah upacara tahun baru. Pelaksanaan hari suci ini memiliki beberapa pandangan, yang pertama hari suci nyepi ini merupakan hari pergantian tahun caka dan yang kedua hari suci nyepi ini mengandung nilai-nilai spiritual tinggi yang didalamnya terkandung ajaran-ajaran kesucian, ajaran pengendalian diri dan mengandung konsep ajaran “samkhya yoga”. Hari suci nyepi ini tidak menggunakan wuju dan pasaran, melaikan menggunakan perhitunggan tanggal dan panglong serta sasih. Hari suci nyepi jatuh pada tanggal Apisan (Tithi Pratami Suklapaksa) Sasih Kadasa (Waisaka), upacara ini dimulai di panglong 13 sasih kasanga (chaitra).
d.   Hari Suci Siwaratri
Hari suci siwaratri adalah merupakan pengaplikasian dari ajaran weda yang bersifat nyata karena pada pelaksanaannya sungguh-sungguh tercermin adanya nilai-nilai ajaran Samkhya Yoga, hari ini diperingati sebagai hari permohonan kekuatan pengendalian diri kehadapan Sang Hyang Siwa sehingga pada saat tersebut merupakan hari malam siwa atau siwa ratri.  Siwaratri artinya malam Siwa yakni malam dimana Hyang Siwa sedang beryoga untuk kesejahteraan dunia. Landasan perayaan Siwaratri ini adalah Kakawin Siwaratri Kalpa atau Lubdaka, kakawin ini ditulis oleh Mpu Tanakung kakawin ini bersumber dari padma purana.
f.    Hari Suci Purnama dan Tilem
Umat hindu sangat meyakini bahwa rasa kesucian yang tinggi ada pada hari purnama, sehingga hari itu disebutkan dengan kata “dewasa ayu”. Setiap datangnya hari-hari suci yang bertetapan dengan hari purnama maka pelaksanaan upacaranya disebut “nadi”, tetapi tidak setiap hari purnama disebut ayu tergantung juga dari patemon dina dalam perhitungan wariga.
g.     Hari Suci Saraswati
Kata Saraswati dalam bahasa Sanskerta berasal dari kata Sr yang artinya mengalir. Jadi saraswati adalah suatu yang bersifat mengalir, dalam arti maknawi saraswati artinya pengetahuan.
B.   Pengertian dan Fungsi Tempat Suci
Tempat suci sebagai simbol alam semesta beserta isinya, menurut ajaran agama Hindu dapat difungsikan sebagai Sthana Tuhan Yang Maha Esa beserta Prabhawa-Nya dan roh suci para leluhur. Tempat suci Hindu khususnya di bali memiliki bermacam-macam bentuk, sehingga dari bentuk tersebut menunjukkan karakteristik dan fungsional yang sesuai dengan manifestasi Sang Hyang Widhi. Dilihat dari struktur fisik tempat suci, memiliki konsep penyatuan kekuatan lingga dan yoni sehingga hasil dari penyatuan tersebut akan menimbulkan kekuatan religiomagis pada tempat suci tersebut. Tempat suci berfungsi sebagai sadhana untuk meningkatkan berbagai macam ketrampilan umat manusia. Tempat suci bagi umat Hindu merupakan sarana, guna melangsungkan berbagai macam upacara keagamaan seperti piodalan. Tempat suci selain digunakan sebagai tempat piodalan, juga digunakan sebagai tempat pelaksanaan upacara keagamaan yang lainnya, seperti hari raya Galungan, Kuningan, Siwaratri,  Saraswati dan yang lainnya.


C.      Jenis-jenis Tempat Suci
Bentuk tempat suci agama Hindu ada dua macam yaitu, yang bersifat alami dan ada juga yang bersifat buatan. Tempat suci ini digunakan untuk memuja kebesaran tuhan Ida Sang Hyang Widi, tempat-tempat suci tersebut antara lain:
1.    Gunung
Umat hindu memiliki keyakinan bahwa gunung ini adalah tempat Ida Sang Hyang Widhi Wasta beserta istha dewata beserta roh suci leluhur.
2.    Lingga
Lingga adalah simbol gunung, yang dikenal dengan istilah Linggacala artinya lingga yang tetap tidak bergerak. Di Bali, dapat dijumpai Lingga yang berjejer tiga di atas sebuah Yoni, tempatnya di Ceruk goa sebelah timur.
3.   Candi
Menurut agama hindu candi melambangkan alam semesta dengan ketiga bagiannnya, atap candi melambangkan alam atas (Swah Loka) badan candi melambangkan alam tengah atau alam antara (Bwah Loka), dan kaki candi melambangkan alam bawah (Bhur Loka). Candi  merupakan salah satu karya manusia yang menurut pandangan umat Hindu adalah simbol alam semesta.
4.   Meru
Meru merupakan simbol atau lambing Andha huwana (alam semesta), tingkatan atapnya melambangkan lapisan alam besar dan alam kecil (makrokosmos dan mikrokosmos).
5.    Padmasana
Padmasana berasal dari kata Padma dan Asana. Padma berarti bunga teratai dan Asana berarti tempat duduk. Padmasana adalah tempat duduk dari bunga teratai. Dalam pandangan umat Hindu, Padmasana diartikan sebagai simbolis alam semesta sebagai sthananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang dibangun dalam bentuk bangunan yang menjulang tinggi.
6.    Pura
Pura seperti halnya meru atau candi (dalam pengertian peninggalan purbakala kini di Jawa) merupakan simbol dari kosmos atau alam sorga (kahyangan), seperti pula diungkapkan oleh Dr. Soekmono (1974: 242) pada akhir kesimpulan disertasinya yang menyatakan bahwa candi bukanlah sebagai makam, maka terbukalah suatu perspektif baru yang menempatkan candi dalam kedudukan yang semestinya (sebagai tempat pemujaan), untuk memohon kehadiran Sang Hyang Uiva dan Uakti dan Kekuatan atau Prinsip Dasar dan segala Menifestasi atau Wujud-Nya, dari element hakekat yang pokok, Pathivi sampai kepada Uakti-Nya. Wujud konkrit Sang Hyang Uiva adalah sthana Sang Hyang Vidhi.
D.     Candi-candi Hindu di Indonesia
a.    Candi Prambanan
prambanan
Candi Prambanan adalah Candi agama Hindu yang terkemuka di Jawa Selatan. Candi Prambanan terdiri dari tiga bagian yaitu, bagian dalam yang kosong, kegiatan tengah yang dibangun agak tinggi dan bagian atas dengan luas dasar. Dalam komplek terdapat tiga candi utama dan disebut Candi Perwara yang letaknya berjejer semuanya menghadap ke timur dan dikelilingi candi-candi keil disebut candi kelir.
b.   Candi Gunung Sari
candi-barong
Candi Gunung Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa yang ada di Jawa. Lokasi candi ini berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat ditemukannya Prasasti Canggal.
c.    Candi Gedong Songo
candi-gedong-songo
Candi Gedong Songo (Sembilan gedung) terletak di Desa Darum, Ungaran terletak di lereng gunung Unggaran pada ketinggian 1200-1300 M dari atas permukaan laut sehingga suhunya cukup dingin. Candi gedong songo ini dapat diketahui dari adanya yoni dalam bilik candi, relief-relief Durga dan Syiwa Mahaguru (Agastya), percandian ini terdiri dari lima kelompok candi setiap kelompok terdiri satu atau lebih candi  seluruhnya berjumlah Sembilan buah. Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
d.    Candi Kawi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkLxfyTARr4yBTC5f4TkS5b100seJ-EJ1mIpEPeDtf31_WC3dOQoinncO99Hg9VGDMUfs7-AOpQWyjP7-d65wtV30BBzyGwhIWV87KiVqelw8BG1Y2j65Xi65RfOjmB0mpvmL2YfbOZfnu/s1600/Kawi.jpg
Candi Kawi ini terletak di Tampai Siring, Bali yang merupakan makam raja Bali yang bernama Anak Wungsu. Anak wungsu adalah putra bungsu dari raja Udayana, Anak Wungsu menggantikan kedudukan kakanya, Marakata yang dimakamkan di Camara. Anak wungsu yang menciptakan kemakmuran dalam masyarakat didharmakan sebagai wisnu dan sebagai penganut waisnawa tetap melaksanakan bhakti kepada dewa-dewa Trimurti, terutama Syiwa. Candi ini dibangun pada abab 11 M, bangunan candi ini dipahat dari tebing batu.

e.    Candi Dieng
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinTkIO6-jiru4IlrqsRu2saIrw42zrDcXJPCvZ5keKy-6RCATigbWr27OoNloXLvAH_fPtS8UiWJIFuUhc7RGfEKgfC5kMh_8vNqX4n-Ko2lqLaLKyZj1PdbkSAR3-9cEeZSgrmwmZHV69/s1600/Dieng2.jpg
Candi dieng terletak di desa Dieng Kulon (Utara Wonosobo) pada ketinggian 2.00 M di atas permukaan laut. Candi ini di dirikan oleh raja-raja dari dinasti Sanjaya pada abad 8 dan 9 M. candi dieng dikenal dengan nama tokoh-tokoh wayang dalam kakawin Mahabharata dari keluarga Pandawa. Ciri-ciri candi dieng ini atapnya yang tidak kerucut, ruang candinya kecil dan sempit.