Kamis, 18 Juni 2015

Upacara kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam agama Hindu



Upacara kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam agama Hindu
1. Upacara kelahiran
a.Upacara bayi dalam kandungan
Dalam agama hindu,ritual atau upacara yang dilakukan ketika bayi masih dalam kandungan disebut Magedog-gendongan.Upacara ini dilakukuan setelah kandungan berusia di bawah lima bulan.Upacara ini bertujuan untuk membersihkan dan memohon keselamatan jiwa si bayi agar kelak menjadi orang yang berguna dalam masyarakat nanti.
Tata cara upacara magedog-gendongan:
Dilakukan di dalam pemandian di dalam rumah,ibu yang sedang mengandung disucikan,di tempat suci itu disertakan pula alat upacara berupa benang hitam satu ikat yang kedua ujungnya diikatkan pada cabang kayu dadap, bambu runcing, air berisikan ikan yang masih hidup, ceraken dibungkus dengan kain lalu cabang kayu dadap yang terikat dengan kayu dadap ditancapkan pada pintu gerbang.Ceraken yang berisi air dan ikan dijinjing oleh sang ibu, sang suami memegang dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan suami memegang bambo ,air suci dipercikan pada sesajian yang telah disediakan, setelah itu suami istri bersembahyang memohon keselamatan agar bayi yang di dalam kandungan  selamat sampai lahirnya nanti tanpa hambatan, didalam upacara ini dibacakan pula mantra-mantra seperti mantra Matrpuja Nadisraddhadan dan Prapajapalopuja yang samata-mata dilakukan untuk keselamatan ibu.
b. Kelahiran bayi 
Upacara Jatakarma yaitu upacara kelahiran bayi yang dilaksanakan sebelum tali pusar bayi itu terputus, jika tali pusar si bayi sudah terlanjur lepas, harus dibuatkannya suatu upakara yang bertujuan untuk membersihkan secara spiritual tempat-tempat suci dan bangunan-bangunan yang ada disekitarnya. 
 Tata cara upacara Jatakarma                     
Pusar bayi dibungkus dalam secarik kain, dimasukkan ke dalam sebuah kulit  ketupat kecil, disertai dengan sejenis rempah-rempah yang khasiatnya menghangatkan, seperti cengkeh. Lalu ketupat kecil ini digantung menghadap arah kaki tempat tidur bayi 
 Tujuan dari upacara ini, yaitu: untuk menumbuhkan intelektual atau kepintaran anak, agar bayi tumbuh cerdas , memiliki rupa yang bagus, dan kesehatan yang baik.
c. Upacara setelah kelahiran bayi  
Upacara Bajong Colong atau Ngerorasin adalah upacara pergantian nama terhadap Catur Sanak, dan mempersiapkan nama baru untuk sang anak  yang dilaksanakan ketika bayi berumur  12 hari. Tujuan dari upacara ini adalah untuk keselamatan bayi karena terpisah dangan catur sanak dan memperkuat kedudukan Atman atau roh  dengan  membersihkan badan halus bayi itu dari kotoran  yang dibawa dari rahim ibu.
Tata cara upacara  Bajong Colong 
Sejumlah lilin dinyalakan dan potongan lidi berisi kapas yang dibasahi oleh minyak yang disulut api atau dengan Linting. Jumlah Linting yang digunakan sesuai” urip” kelahiran bayi tersebut. Pada setiap Linting digantungkan daun rontal atau kertas yang telah disiapkan nama-nama oleh orangtuanya.
d.Upacara kambuhan 
Upacara pembersihan orangtua dan bayinya terhadap lingkungan luarnya. upacara ini dilakukan ketika bayi beurmur 42 hari. Karena sebelum bayi berumur 42 hari,orang tua terutama ibu dianggap kotor sehinnga belum diperkenankan masuk ke tempat yang suci. 
e.Upacara Tigang Sasih 
Diadakan ketika bayi berumur  tiga bulan, upacara ini disebut Niskarmana, yang berarti dalam bahasa inggris adalah first ounting yaitu membawa bayi keluar untuk pertama kalinya.
Tata cara upacara Tigang Sasih
Dalam upacara ini, di sekitar pekarangan rumah dibuatkan bentuk segi empat yang di dalamnya disebarkan beras oleh sang ibu bayi tersebut, Di atas tebaran beras itu dibuatkan gambaran swastika. Dari tempat itulah sang bayi diajak melihat mentari pagi. Sebelum ditebari beras, persegi empat itu diolesi seluruhnya dengan lumpur  tanah liat, lalu sang ayah menggendong bayinya dengan muka bayinya itu diarahkan ke matahari. Bayi itu dipakaikan pakaian yang layak serta indah kemudian diajak ke tempat pemujaan rumah itu(sanggar keluarga). Pemujaan di tempat itu diantar oleh pendeta serta diiringi oleh bunyi-bunyian musik, lalu sang pendeta mengucapkan mantra weda kehadapan tuhan dengan disaksikan oleh para dewa penjaga kedelapan penjuru angin serta dewa mataharidewa bulan dan dewa angkasa. Ayah sang bayi tidak berhenti-hentinya mengucapkan mantra Wisnu-dharmottar. Setelah upacara ini berakhir, sang bayi diberikan kepada pamannya dari pihak ibu yang terus memangkunya, serta diberikan hadiah-hadiah.
f. Upacara weton 
Upacara ini dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, tujuan dari upacara ini adalah memohon kepada tuhan yang maha esa untuk keselamatan bayi tersebut, tetapi bukan hanya bayi yang dimintai keselamatannya, tetapi juga untuk semua hewan dan tumbuhan agar dapat subur dan panjang umurnya.

2. Perkawinan dalam agama Hindu
Perkawinan merupakan ikatan batin antara pria dan wanita yang akan melaksungkan pernikahan.Pengertian ini juga tertera dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1979,pasal 1,yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan yang maha esa.
Perkawinan atau vivaha dalam agama Hindu mempunyai arti dan kedudukan yang khusus di dalam kehidupan manusia yaitu awal jenjang grhstha. Di dalam kitab Manava Dharmasastra bahwa pernikahan itu bersifat religius(sakral) dan wajib hukumnya, ini dianggap mulia karena bisa memberi peluang kepada anak untuk menebus dosa-dosa leluhurnya agar bisa menjelma atau menitis kembali ke dunia. Dala,perkawinan dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Mempadik (meminang), bentuk ini adalah bentuk yan dianggap sebagai paling terhormat .Yang melakukan pinangan ini adalah berasal dari pihak laki-laki (purusa), yang datang memenuhi pihak perempuan(pradhana) dan telah mendapatkan persetujua dari kedua pihak.
b. Pedewasaan (mencari hari baik)
dari pihak keluarga laki-laki mulai memohon hari baik(dewasa),biasanya memohon kehadapan sulinggih atau  seorang yang sudah biasa memberikan dewasa(Nibakang Padewasaan).
c. Penjemputan calon pengantin wanita
Pada saat penjemputan ke rumah calon pengantin wanita, dari pihak laki-laki harus diikuti oleh semua keluarga besarnya beserta unsur-unsur prajuru adat(kelihan adat).  prajuru dinas(kelihan dinas). Demikian juga dari pihak calon pengantin wanita serta calon pengantinnya.
d. Ngetok lawang
Sebelum pelaksanaan ngetok lawang, sang calon pengantin pria mengucapkan beberapa pantun, yang akan bersambut-sambutan pantun oleh calon pengantin wanita.
e. Cara meleksanakan Yadya Sesa (sagehan)
Taruh sagehan tersebut di bawah, diisi canang, ditancapkan sebuah dupa yang sudah mengandung api, dengan posisi menghadap ke jalan atau menghadap kedua calon pengantin, lalu mmemercikan tetabuhan dangan beraturan.Adanya tatanan upacara ini adalah mengandung nilai spiritual dan nilai etika dan menghasilkan dikaruniai anak yang sempurna.


3. Upacara kematian Ngaben
Ngaben secara umum didefinisikan sebagai upacara pembakaran mayat. Ngaben berasal dari kata beya artinya bekal atau biaya. Ngaben berfungsi untuk memutuskan kecintaan sang Atma dengan badan jasmaninya dan mengantarkan Atma ke alam Pitara. Ngaben disebut juga sebagai palebon yag berasal dari kata prathiwi atau tanah, yang menjadikan arti sebagai “menjadikan pratiwi (abu)”. Tempat untu memproses menjadi tanah disebut pemasmian (basmi) dan arealnya disebut sebagai tunon (membakar).
Ngaben adalah upacara penyempurnaan jasad, mengembalikan unsur-unsur yang membentuk tubuh manusia ke asalnya yang dalam agama hindu tubuh manusia itu dibentuk sama dengan alam yang dikenal dengan istilah bhuwana agung (unsure-unsur jagat raya) dan bhuwana alit (unsure-unsur didalam tubuh) yang dalam agama hindu disebut panca maha bhuta yakni ; pertiwi, apah, teja, bayu, dan akasa. Seseorang yang meninggal dunia, tubuhnya ditinggal pergi oleh roh (sang Atma), maka tubuh itu tak ubahnya segabai benda rongsokan ibarat sampah, ia harus segera dihanguskan supaya baur dengan alam semesta.
Ada tiga cara yang ditempuh umat dalam melaksanakan ngaben yaitu nista, madya dan utama. Tingkatan inilah yang kemudian mempengaruhi jalannya upacara, yang membuat besar kecilnya sesajen yang pada akhirnya menyangkut waktu yang disita, orang yang dilibatkan, dan biaya yang dikeluarkan. Tingkatan ngaben ini tidak ada hubungannya dengan kasta tetapi ditentukan oleh keadaan social ekonomi keluarga yang mempunyai hajat.
Ngaben ini memiliki filosofi yaitu:
1. Ketuhanan Brahman
Brahman merupakan asal mula terciptanya alam semesta beserta isinya dan merupakan tujuan akhirnya semua yang tercipta.
2. Atman
Keyakinan pada atma yang ada pada masing-masing badan manusia dan merupakan serpihan kecil na suci dari Brahman. maka setelah tiba waktu kembalinya ia harus disucikan pula dengan upacara.
3. Karma
Manusia hidup tidak lepas dari kerja, atas dorongan sukma sarira (budi, manah, indra dan aharalagawa) yang pada setiapnya akan berpahala. Kerja yang baik (subha karma) akan berpahala baik pula dan sebaliknya asubha karma akan menerima timpaan yang buruk pula. Dan pahala ini yang akan menjadi beban atma.
4. Samsara
Penderitaan yang dirasakan sang atma, maka haruslah melaksanakan upacara untuk melepaskan atma dari samsara ketika kembali pada asalnya.
5. Moksa
Kebahagiaan abadi yangmenjadi tumpuan harapan semua manusia yang menjadi tujuan utama umat hindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar